In God, We Trust

Izinkan saya tersenyum bangga atas semangat yang saya torehkan di semester ini. Suka, duka, canda, hingga sendu, berhasil membawa saya pada petualangan yang tidak mungkin saya dapatkan pada kali kedua. Belum sempat terpikir untuk membuat pencapaian semenarik ini dalam waktu dekat. Karena itu, percayalah bahwa apa yang diperjuangkan, tak akan berakhir sia-sia.

Kalau di semester lalu saya masih sering pulang ke ibu kota, bahkan hampir setiap minggu berjumpa dengan orang tua, ternyata kenyataan semester ini berkata lain. Yang menjadi alasan utama adalah padatnya kegiatan sehingga tidak memungkinkan untuk ke Jakarta setiap akhir pekan. Orangtua pun tak lagi mengunjungi saya ke Bandung ketika saya tidak bisa ke Jakarta. Hal itu membuat saya lebih kuat dan tegar dalam menjalani kegiatan. Saya yakin, meskipun tidak bertemu langsung, namun doa orangtua selalu mengiringi setiap langkah yang saya ambil. Bukan hanya orang tua saya, orangtua-mu pun demikian.

Semester ini berlangsung selama lima bulan. Lima bulan bukanlah waktu singkat untuk belajar membagi waktu antara kegiatan di bidang akademik, kepanitiaan, dan organisasi. Lima bulan tidak berjalan secepat ini jika saya terus mengeluh dan membenci hari-hari yang saya lalui. Lima bulan hanya menjadi omong kosong bagi pribadi yang hampa dan tak mau berusaha.

Memasuki masa liburan, beberapa teman saya mengisinya dengan mengikuti semester pendek dan menjadi panitia orientasi kampus yang dipersiapkan bagi mahasiswa baru. Satu hal yang menjadi fokus utama adalah kenyataan bahwa satu tahun saya telah berlalu. Satu tahun ini sangat berkesan. Bukan perjuangan yang ditempuh tanpa kemauan, bukan pula kenyataan yang diterima tanpa rintangan. Saya sadar, saya tidak selalu berada di atas begitu pula tidak selalu berada di bawah. Saya rasa keduanya berimbang. Keduanya mengajarkan keikhlasan. Keikhlasan akan segalanya, baik yang tercermin dari sisi kanan maupun kiri. Keduanya merefleksikan jiwa yang tenang dan raga yang menang.

Sudah sepatutnya rasa syukur senantiasa terucap atas rahmat yang telah diberikan-Nya hingga saat ini. Nikmat tiada tandingan berupa pembelajaran hidup. Kepercayaan diri ini pun harus terus dibangun agar mampu menghasilkan semangat dengan jumlah seratus kali lebih besar dari sebelumnya. Karena, hanya kepada Yang Maha Kuasa-lah kita bergantung.

Comments