Merasa Masih Punya Nanti
“Seingatku, kuatnya hatimu tidak terbantah.”
“Bagaimana mungkin?”
“Kamu nggak ingat, ketika sakit menghantammu keras sementara kamu tetap kokoh berdiri?”
Aku tidak ingat perkara apa yang membuatnya berkata seperti itu. Yang kuingat, ucapan manisnya hanya untuk membuatku tenang, dan aku benci itu selalu berhasil.
“Kamu, wanita berpendidikan, berpendirian, dan berparas menarik, masih juga tidak percaya diri?” ujarnya lantang penuh takjub.
"Percaya diri tidak melulu dibangun oleh tiga hal yang kamu sebut barusan ya," ketusku, "Lagi pula, perpisahanku kali ini tidak ada sangkut-pautnya dengan wanita."
"Justru itu yang membuatku bingung. Kenapa kamu menolak untuk serius? Ayah dan ibu sudah nggak sabar punya anak lelaki tuh," kesoktauannya dimulai, namun aku tidak pernah ilfeel.
"Percaya diri tidak melulu dibangun oleh tiga hal yang kamu sebut barusan ya," ketusku, "Lagi pula, perpisahanku kali ini tidak ada sangkut-pautnya dengan wanita."
"Justru itu yang membuatku bingung. Kenapa kamu menolak untuk serius? Ayah dan ibu sudah nggak sabar punya anak lelaki tuh," kesoktauannya dimulai, namun aku tidak pernah ilfeel.
Kutuang air ke dalam gelas yang setengah penuh, hanya untuk mengisi keheningan, sebab aku malas menjawab pertanyaannya.
“Girl, this is gonna be the last time I told you this. Patah hati hanya cara Tuhan menyelamatkanmu dari orang yang salah. Sepatutnya kita bersyukur atas hal ini. Sekarang, saatnya kamu memaafkan orang yang tidak pernah meminta maaf. Siapakah orang itu? Tentunya kamu. Kamu tidak harus jadi yang paling kuat atau yang paling cepat sembuh untuk bisa memaafkan diri sendiri. Sekali pun kapasitas hatimu hanya segelas air ini, percayalah, luka yang dimaafkan tidak akan mampu menyakiti lagi. Pengalaman pahit tentang kecewa akan berlalu dengan sendirinya saat Tuhan mengembalikan tenangmu. Kamu cuma butuh percaya kepada-Nya, Tuhan Yang Maha Menggema Hati."
“Girl, this is gonna be the last time I told you this. Patah hati hanya cara Tuhan menyelamatkanmu dari orang yang salah. Sepatutnya kita bersyukur atas hal ini. Sekarang, saatnya kamu memaafkan orang yang tidak pernah meminta maaf. Siapakah orang itu? Tentunya kamu. Kamu tidak harus jadi yang paling kuat atau yang paling cepat sembuh untuk bisa memaafkan diri sendiri. Sekali pun kapasitas hatimu hanya segelas air ini, percayalah, luka yang dimaafkan tidak akan mampu menyakiti lagi. Pengalaman pahit tentang kecewa akan berlalu dengan sendirinya saat Tuhan mengembalikan tenangmu. Kamu cuma butuh percaya kepada-Nya, Tuhan Yang Maha Menggema Hati."
Aku berusaha mengalihkan pandangan, namun gagal. Kalah cepat dengan tangannya yang mengusap lembut pipiku seraya berkata, "Yang kuat ya. Never come back to whatever broke you."
Tetiba air mataku tak terbendung. Malam sunyi itu telah tersapu kepiluan hati yang kutanggung dengan tabah.
Comments
Post a Comment